Syaloom,
Saudara terkasih,
Dalam relasi/hubungan antar manusia, pasti tidak pernah lepas dari suatu kesalahan. Kesalahan adalah sesuatu hal yang bisa dan biasa terjadi saat kita berinteraksi dengan sesama. Namun, ketika kita bisa menyikapi kesalahan tersebut dengan suatu proses saling maaf dan memaafkan, itulah yang luar biasa.
Seperti yang saya alami ;
Peristiwa ini terjadi di kantor tempat kerja saya. Gara2 beda pendapat terhadap suatu masalah dalam pekerjaan, saya pernah di “diamkan” oleh teman sekantor saya. Karena merasa tidak enak, maka saya berusaha mengklarifikasi masalah itu agar tidak ada salah pengertian diantara kami, dan untuk menghindari agar tidak terjadi suasana yg tidak kondusif saya beranikan diri untuk meminta maaf kepada teman saya ini (walaupun menurut saya sebenarnya tidak ada yang salah diantara kami, hanya salah pengertian saja). Namun entah mengapa temen saya ini selalu menghindar, dia tetap menolak permintaan maaf saya bahkan sepertinya ia semakin menjauh dari saya. Awalnya, setiap bertemu dengannya saya tetap mencoba menyapa sekalipun tidak ada respon positif darinya.
Kejadian ini rupanya terjadi pula kepada rekan2 yang lain yang mendapat perlakuan yang sama dari teman tadi. Saya jadi berpikir; apa karakter teman saya tadi seperti itu ya? menganggap bahwa pendapatnya sendiri selalu benar? Jadi, singkatnya banyak rekan sekantor yang di “diamkan” oleh temen saya tadi seperti yang saya alami. Pada akhirnya, suasana malah membuat dia sendiri jadi terkucil. Kasihan juga.
Beberapa kali saya menyapa tidak ada hasilnya, lama-kelamaan saya menjadi agak males juga dan akhirnya sayapun juga diam, walaupun sebenanya dalam hati saya pengin sekali menyapanya. Waktu terus berlalu, terjadilah sesuatu yg benar2 saya tidak harapkan, hubungan kami seolah putus, setiap kali ketemu dengan dia baik di koridor/lorong kantor, di lift atau dimana saja, yang terjadi saling diam tidak ada tegor sapa layaknya seorang temen. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati saya dengan suasana ini. Peristiwa ini sudah berlangsung agak lama, dan rasanya saya sudah tidak bisa berbuat apa2 lagi, apa yang harus saya lakukan…bingung? Pernah saya coba sampaikan hal ini ke atasan, eee… salah alamat rupanya …lha wong atasanpun mendapat perlakuan yang sama dari dia! bingung juga dia rupanya, wah… ?!
Saudara terkasih,
Belajar dari pengalaman saya tadi, dan bagaimana sebenarnya sikap kita untuk mensolusikan masalah ini sehingga ada suasana happy ending? Mari kita belajar dari firman Tuhan.
Dalam Matius 18:21-22 dinyatakan ;“Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Saudara terkasih,
Dalam relasi/hubungan antar manusia, pasti tidak pernah lepas dari suatu kesalahan. Kesalahan adalah sesuatu hal yang bisa dan biasa terjadi saat kita berinteraksi dengan sesama. Namun, ketika kita bisa menyikapi kesalahan tersebut dengan suatu proses saling maaf dan memaafkan, itulah yang luar biasa.
Seperti yang saya alami ;
Peristiwa ini terjadi di kantor tempat kerja saya. Gara2 beda pendapat terhadap suatu masalah dalam pekerjaan, saya pernah di “diamkan” oleh teman sekantor saya. Karena merasa tidak enak, maka saya berusaha mengklarifikasi masalah itu agar tidak ada salah pengertian diantara kami, dan untuk menghindari agar tidak terjadi suasana yg tidak kondusif saya beranikan diri untuk meminta maaf kepada teman saya ini (walaupun menurut saya sebenarnya tidak ada yang salah diantara kami, hanya salah pengertian saja). Namun entah mengapa temen saya ini selalu menghindar, dia tetap menolak permintaan maaf saya bahkan sepertinya ia semakin menjauh dari saya. Awalnya, setiap bertemu dengannya saya tetap mencoba menyapa sekalipun tidak ada respon positif darinya.
Kejadian ini rupanya terjadi pula kepada rekan2 yang lain yang mendapat perlakuan yang sama dari teman tadi. Saya jadi berpikir; apa karakter teman saya tadi seperti itu ya? menganggap bahwa pendapatnya sendiri selalu benar? Jadi, singkatnya banyak rekan sekantor yang di “diamkan” oleh temen saya tadi seperti yang saya alami. Pada akhirnya, suasana malah membuat dia sendiri jadi terkucil. Kasihan juga.
Beberapa kali saya menyapa tidak ada hasilnya, lama-kelamaan saya menjadi agak males juga dan akhirnya sayapun juga diam, walaupun sebenanya dalam hati saya pengin sekali menyapanya. Waktu terus berlalu, terjadilah sesuatu yg benar2 saya tidak harapkan, hubungan kami seolah putus, setiap kali ketemu dengan dia baik di koridor/lorong kantor, di lift atau dimana saja, yang terjadi saling diam tidak ada tegor sapa layaknya seorang temen. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati saya dengan suasana ini. Peristiwa ini sudah berlangsung agak lama, dan rasanya saya sudah tidak bisa berbuat apa2 lagi, apa yang harus saya lakukan…bingung? Pernah saya coba sampaikan hal ini ke atasan, eee… salah alamat rupanya …lha wong atasanpun mendapat perlakuan yang sama dari dia! bingung juga dia rupanya, wah… ?!
Saudara terkasih,
Belajar dari pengalaman saya tadi, dan bagaimana sebenarnya sikap kita untuk mensolusikan masalah ini sehingga ada suasana happy ending? Mari kita belajar dari firman Tuhan.
Dalam Matius 18:21-22 dinyatakan ;“Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Saat Yesus ditanyai berapa kali kita harus mengampuni orang yang
bersalah kepada kita, Dia menjawab 70 kali 7. Dengan kata lain, kita harus terus
mengampuni, meskipun ada tantangannya pasti.
Ajaran ini mengingatkan kepada
kita semua, apabila diantara kita ada yang masih belum mengampuni orang yang
menyakiti kita, berdoalah, minta bantuan Tuhan untuk bersama2 dalam proses
memaafkan itu supaya kita dikuatkan.
Buka pintu hati kita, berikan maaf secara tulus, meskipun terkadang
berat, bahkan mahal harganya. Ingatlah Tuhan menguji hati. Dia tidak akan
meninggalkan kita sendirian dalam sebuah usaha yang tulus untuk mengampuni.
Kekuatan dan suka cita, damai sejahtera
akan terus melimpahi kehidupan kita.
Selama kita berhubungan dengan orang lain, kita pasti pernah merasa kesal, sakit hati, kecewa, dll. Dan sebaliknya, kadang kita juga melakukan hal yang sama; membuat tidak nyaman,
mengecewakan, menyakiti orang lain yang kadang tak kita sadari. Oleh sebab itu, kewajiban kita adalah
mengampuni orang lain. Jika
kita bisa tersandung dan mau memaafkan diri kita, jika Tuhan mau mengampuni
setiap dosa kita, mengapa kita tidak bisa berbuat hal yang sama kepada
sesama?
Minggu lalu, pas saya jalan simpangan dengan teman saya tadi di
koridor kantor, saya mencoba menyapanya
(saya masih mengira hasilnya akan mengecewakan sama seperti sebelum2nya) “Pagi
pak….” ee… ternyata disambutnya
“Pagi…”(dengan agak kaku dikit). Wah!
rasanya legaaaa hati ini.. makplong.
Trimakasih Tuhan. Ada tanda2 untuk memperbaiki hubungan kami
yang sudah lama terputus. Mudah2an
hubungan kami semakin baik kedepannya.
Saudara,
Mengucapkan
kata maaf itu mudah, tapi sulit melakukannya secara tulus kepada orang lain.
Tetapi hal itu tetap harus kita lakukan, karena dengan memaafkan orang… sikap
saling mengasihi akan tumbuh di dalam hati kita. Seperti dinyatakan dalam
Efesus
4:32 “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap
yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam
Kristus telah mengampuni kamu”
Ada suatu cerita yang mungkin bisa
menginspirasi kita untuk memaafkan orang lain:
Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang
berjalan melintasi gurun pasir. Di
tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya. Orang
yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis
di atas pasir: "Hari ini, sahabat terbaikku menampar
pipiku."
Mereka terus berjalan sampai akhirnya menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, tapi dia berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: "Hari ini, sahabat terbaikku menyelamatkan nyawaku."
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menuliskan ini di batu?" Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."
Dalam hidup ini ada kalanya kita dan orang terdekat kita berada dalam situasi yang sulit, yang kadang menyebabkan kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang menyakiti satu sama lain. Juga terjadinya beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum kita menyesal di kemudian hari, cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu. Amin
Tuhan memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar