"Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan
sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah
pekerjaan Allah. Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari
suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari
Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan." (2
Korintus 3:5-6)
Saudara terkasih,
Setiap hari dalam hidup ini
kita dihadapkan pada berbagai keputusan yang harus diambil. Apakah kita mau terus tidur atau kita bangun,
melakukan saat teduh dan bekerja, apakah kita memilih untuk bekerja
sungguh-sungguh atau malas-malasan, apakah kita memilih untuk jujur atau
menipu, apakah kita memilih untuk mengasihi atau membenci, mendendam atau
mengampuni, dst.
Setiap hari kita dihadapkan
pada suatu pilihan, baik pada masalah-masalah yang mungkin sepele dan tidak
kita pikirkan atau masalah-masalah yg super berat, sebenarnya kita berhadapan
dengan decision making pengambilan
keputusan, dimana sadar atau tidak, apa yang kita putuskan itu akan berpengaruh
pada masa depan kita. Ada begitu banyak
keputusan yang pada awalnya kecil atau sederhana, tapi kemudian bisa berakibat
pada perubahan besar.
Untuk menjadi pelayan Tuhan, kita
ingat dan dapat mengambil hikmat pelajaran bagaimana pada mulanya sikap Musa
ketika ia hendak dipakai Tuhan. Musa adalah seorang nabi yang luar biasa dan
dihormati oleh begitu banyak orang dari kepercayaan yang berbeda, dari generasi
ke generasi hingga hari ini. Tapi lihatlah bahwa untuk menjadi besar seperti
itu, Musa lebih dahulu melewati sebuah proses. Alkitab mencatat bahwa pada awalnya Musa
sempat berbantah-bantahan dengan Tuhan. Ia terus mencari alasan, berkelit agar
tidak perlu meninggalkan zona nyamannya (comfort
zone) untuk dipakai Tuhan (Keluaran psl. 4) .
Mari kita lihat reaksi Musa saat
ia hendak diutus Tuhan. "Lalu sahut
Musa: "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak
mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri
kepadamu?"(Kel. 4:1).
Tuhanpun kemudian menunjukkan beberapa mukjizat. Patuhkah Musa? Belum!. Ia
kembali berbantah. "Lalu kata
Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun
tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hambaMupun tidak, sebab aku berat mulut
dan berat lidah." (ay
10). Tuhan kemudian mengatakan bahwa semua itu adalah ciptaanNya,
termasuk mulut dan lidah Musa, dan bukan "ringan" mulut Musa yang
Tuhan minta namun kesediaannya. Sebab Tuhan sendiri yang akan menyertai lidah
dan mengajar apa yang harus ia katakan. (ay 11). Tapi Musa kembali berkelit.
"Tetapi Musa berkata: "Ah,
Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus." (ay 13).
Dan Tuhanpun murka. Musa
kemudian takut, dan ia memilih untuk mengikuti perintah Tuhan. Dalam ayat 18
kita membaca. akhirnya Musa mengambil keputusan untuk taat menjalani apa yang
diperintahkan Tuhan, dan setelah itu kita tahu bagaimana Tuhan memakai Musa
secara luar biasa, dimana hasilnya masih tetap dikenang orang hingga hari ini
dan menjadi salah satu bagian terpenting dalam sejarah dunia.
Masalah berkelit dan berbantah
ini tidak hanya dilakukan Musa. Ada beberapa nabi lainnya yang juga melakukan
hal spt ini. Nabi Yeremia misalnya. Ia berkelit dengan alasan bahwa ia masih terlalu muda dan belum saatnya untuk
tampil di depan. (Yeremia 1:6).
Atau Yunus yang memilih untuk melarikan
diri dari tugas yang disematkan Tuhan kepadanya. Pada akhirnya kita
tahu bagaimana mereka dipakai Tuhan secara luar biasa.
Lihatlah bahwa semua itu
berawal dari sebuah keputusan. Tuhan boleh mengutus, namun jika orang yang
bersangkutan tidak mengambil keputusan maka tidak akan bisa membawa perubahan
apa-apa. Keputusan yang kita ambil hari
ini akan sangat menentukan di masa depan.
Seringkali kita sulit untuk melepaskan diri dari zona kenyamanan kita. Kita terbiasa untuk punya seribu satu alasan untuk menghindar dari apa yang diinginkan Tuhan untuk kita perbuat. Jangankan melayani/ menjadi panitia kegiatan di gereja, membantu orang yang susah saja rasanya sudah berat. Padahal Tuhan ingin kita semua menjadi perpanjangan tanganNya untuk mewartakan Injil, menjadi garam dan terang, agar dunia bisa mengenal Kristus dan selamat lewat diri kita masing-masing.
Terlalu muda, terlalu tua,
tidak pandai bicara, terlalu sibuk, sulit menghadapi orang, kekhawatiran ini
dan itu, bagaimana jika begini dan begitu, semua ini selalu menjadi alasan kita
untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Musa, Yeremia, Yunus, mereka ini pada awalnya
tidak menyadari bahwa sebenarnya bukan kekuatan dan kehebatan mereka yang Tuhan
minta, namun kesediaan mereka. Karena Tuhan sendirilah yang sebenarnya bekerja.
Kepada Yeremia, Tuhan
memberikan jawaban demikian: "Tetapi
TUHAN berfirman kepadaku: "Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi
kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang
Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan." (Yeremia 1:7).
Apa dasarnya? "Janganlah takut kepada mereka, sebab
Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN."
(ay 8).
Lihatlah bahwa sebenarnya Tuhan
sendiri yang bekerja. Siapapun bisa dipakai Tuhan secara luar biasa, karena
Tuhan tidak butuh ahli-ahli melainkan butuh hati yang rindu untuk mengasihi
orang lain, seperti halnya Tuhan telah mengasihi kita. Mereka, dan juga kita; Saudara
dan saya, hanyalah perantara-perantara dimana Tuhan rindu untuk melakukan
pekerjaanNya melalui kita. Tuhan tahu
persis kekurangan dan kelemahan kita masing-masing. Tapi itu semua tidaklah
menjadi penghalang bagi kita untuk mampu bekerja di ladang Tuhan. Tidakkah itu adalah sebuah kehormatan jika
Tuhan mau memakai kita? !
Saudara yang telah ditunjuk dan
bekerja pada kegiatan gereja, tentu telah banyak berkorban dan
itu merupakan keputusan saudara. Logis, kalau dari Majelis gereja seharusnya
mengucapkan trimakasih kpd Saudara. Tapi
sebenarnya, apakah ucapan trimakasih itu yg Saudara harapkan, Tidak khan?! Karena hal itu sudah menjadi kewajiban
setiap anak-anak Tuhan.
Ketika Tuhan memilih Saudara untuk
sebuah pekerjaan penting di ladangNya, itu artinya Tuhan pasti memberi kita
kemampuan untuk melaksanakannya. Ada Roh Kudus yang akan terus membimbing kita
untuk bekerja. Jangan sampai ada di antara kita yang menolak tugas yang telah
Dia berikan bagi kita. Tidak harus
menjadi pengkotbah, pendeta, penatua, diaken, pengurus kelompok, pengurus komisi, song
leader, pemusik, tapi bisa dalam bentuk apapun tidak hanya dalam gereja, di luar lingkungan
gereja, di tempat kerja, di lingkungan tempat tinggal, kampus, dan komunitas
lainnya. Akan ada perubahan nyata ketika
kita mau mengambil keputusan untuk mengikuti apa yang diinginkan Tuhan.
Melayani merupakan kewajiban
kita sebagai anak-anak Tuhan. Akan ada konsekuensinya ketika kita menolak apa
yang Tuhan gariskan untuk kita. "Siapa menutup telinganya bagi jeritan
orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru."
(Amsal 21:13). Dari kisah Musa pun kita
melihat bahwa membantah Tuhan akan mendatangkan murkaNya.
Tuhan memberkati hidup Saudara dan saya, apabila kita bersedia menjadi
pelaku firman dan menajdi pelayanNya dalam setiap kehidupan kita. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar