Pernahkah kita merasakan ketika kita
memberi sesuatu kepada orang lain, setelah itu kita rasakan kelegaan hati... plong. Padahal sebenarnya kita juga
membutuhkan sesuatu itu, namun hati kita tetap berkehendak untuk memberikannya
untuk orang lain, .... pernah ya? Itulah yang dinamakan atau bagian dari suka cita yang kita
rasakan. Dan ini merupakan tindakan
iman; bermurah hati - bersuka cita untuk memberi. Ya, murah hati akan memuaskan dahaga batin,
dan merupakan sikap budi luhur yang akan menjadi berkat bagi diri kita.
Dinyatakan dalam Matius 5:7 “Berbahagialah
orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh
kemurahan”.
Seperti ilustrasi berikut ini;
Seekor ulat yang kelaparan terdampar di tanah tandus.
Dengan lemas ia menghampiri pohon mangga sambil berkata, “Aku lapar, bolehkah
aku makan daunmu?”
Pohon mangga menjawab, “Tanah di sini tandus, daunku pun
tidak banyak. Apabila kau makan daunku, nanti akan berlubang dan tidak kelihatan
cantik lagi. Lalu aku mungkin akan mati kekeringan. Hmmm… tapi baiklah, kau
boleh naik dan memakan daunku. Mungkin hujan akan datang dan daunku akan tumbuh
kembali.”
Ulat naik dan mulai makan daun-daunan. Ia hidup di atas
pohon itu sampai menjadi kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang
cantik.
“Hai pohon mangga, lihatlah aku sudah menjadi kupu-kupu.
Terima kasih karena telah mengizinkan aku hidup di tubuhmu. Sebagai balas budi,
aku akan membawa serbuk sari hingga bungamu dapat
berbuah.”
Kemurahan hati tidak harus hal2 yang
besar, bisa dimulai dari hal2 kecil yang sering kita lakukan di keseharian kita.
Ketika orang membawa beban permasalahan lalu kita menawarkan diri untuk
membantunya, ketika seseorang sedang gelisah, galau, sedih lalu kita mendekatinya menawarkan bantuan
nasehat, penghiburan, ketika ada teman yang kesulitan lalu kita menawarkan diri
untuk membantunya, dst... itulah wujud kemurahan hati.
Saudara,
Dalam Alkitab diceritakan; ada orang
yang dirampok dan dipukuli di jalan antara Yerusalem menuju Yerikho, yang
kondisi tubuhnya sangat menderita dan membutuhkan bantuan. Dan, ketika lewat seorang Imam Yahudi di
tempat itu, tetapi ia membiarkannya dan lewat begitu saja. Begitu juga ketika seorang dari suku Lewi
melewatinya, orang inipun hanya melihat sebentar dan membiarkan saja. Tetapi malah orang Samaria yang mau
menolongnya. Manakah dari ketiga orang
itu yang mengaplikasikan iman kristiani? ....orang Samaria tentunya.
Kita tahu bahwa Imam Yahudi dan suku Lewi adalah para rohaniawan, yang pasti tahu banyak tentang hal
ajaran2 kebaikan, tetapi kenyataannya... mereka tidak melakukannya dalam
tindakan. Tetapi, orang Samaria, yang
dianggap kafir dan tersisihkan oleh kebanyakan orang saat itu malah melakukan
kebajikan. So... Latar belakang, penampilan dan apa yang
nampak/terlihat-baik oleh manusia tidak menjamin orang itu dapat bermurah hati
melakukan kebaikan sesuai perintah Tuhan.
Saudara,
Dalam hidup, kita sering memperhitungkan untung rugi
tentang pengorbanan yang kita lakukan. “Jika saya memberi, saya akan
kekurangan. Bagaimana mengatasinya?” Atau, “Bagaimana kalau ternyata saya
ditipu?” Atau mungkin ada rasa pamrih,
“Kalau saya memberi apa yang saya dapatkan?” dsb.
Sadarkah kita... setiap kita memberi ada sepercik suka
cita dibalik itu. Maka lakukanlah dengan tulus, karena memberi lebih baik dari
pada menerima. Bila ingin memberi, lakukan saja karena semuanya akan kembali ke
kita juga. Mother Theresa pernah
berkata, “Lakukan apa yang menjadi bagianmu, dan jangan berpikir apa yang akan
kita dapat.”
Tuhan memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar