Selasa, 17 Juli 2012

Menjadi istri yang diberkati


Saudara terkasih,
Suatu saat, pernah saya diajak sharring rekan kerja saya, rekan ini menceritakan tentang konflik di keluarganya, dia kesal sama suaminya karena “dalam beberapa hal” suaminya sering membatasinya.  Saking kesalnya dalam beberapa hari kemudian rekan saya ini tidak mau ngomong dengan suaminya, akhirnya suami istri ini tidak saling berkomunikasi (siwakan), karena masings masih menganggap dirinya yang benar, dan pasangannyalah yang salah. 

Saya sempat berpikir, bahwa ada ego diantara suami istri ini yang belum ada alirannya, muaranya.  Sehingga masings  menuju suatu tembok yang kokoh, kuat dan mentok.  Konflik2 kecil spt ini, kalau tidak dicari solusi secara tuntas tentu ber-efek yang bisa membebani pikiran kita, dan menganggu aktifitas kita keseharian.  

Pernah  kira2 bulan yang lalu,  saya  diajak sharring juga oleh rekan kerja yang lain mengenai keretakan dalam rumah tangganya, bahkan menuju jurang “perceraian”.     Ini masalah yg super berat bagi saya untuk memberikan advis  kepadanya, jadi saya hanya mendengarkan, mendoakannya dan menjadi wadah curahan beban rekan ini.  Sembari mengusulkan utk dishare pergumulannya kepada wali gerejanya.  Karena perceraian adalah tindakan yang tidak dikehendaki/ dimusuhi Tuhan!

Saudara ,
Bagi kita yang sudah berumah tangga, kadang mengalami hal yang sama, kita  pernah konflik dengan pasangan kita.  Namun hal itu sebaiknya bukan menjadi sesuatu permasalahan berat yang tidak ada jalan keluarnya, mari kita cari solusinya. Coba hilangkan keegoan masings, mendengarkan dan memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan pasangan kita, saling megalahlah kalau memang pendapat pasangan kita itu benar dan logis. Pasti ada titik temu yang bisa disepakati bersama. Atau anggaplah menjadi bumbu dalam kehidupan berumah tangga, sehingga menjadi keluarga yang semakin kuat, semakin dewasa dari terpaan permasalahan2 kehidupan. Keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah (pinjem istilah tetangga J).

Bagi seorang wanita (mungkin lho!) yang mengalami kesulitan dalam menahan emosi yang menekannya, sehingga dia perlu marah, perlu menangis, dia perlu cetuskan perlu ekspresikan!   Emosi bisa menjadi stres bila tidak dikeluarkan, dan stress itu masuk menggoyangkan dan goncangan itu terlihat dengan jelas, inilah yang dimaksud sebagai bejana yang mudah pecah, yang mudah retak!

Nah, bagaimana kita menyikapi dan bertindak mengambil keputusan untuk menyelesaikan konflik2 tersebut, mari kita belajar dari firman Tuhan.     
Dalam I Petrus 3:1-7 kita diberi petunjuk bagaimana harus bersikap pada pasangan kita.   Di ayat 1 dinyatakan; "Demikian juga kamu hai istri-istri tunduklah kepada suamimu."    Dan di ayat 7; "Juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia."   
Dari kedua ayat ini, sebenarnya menuntun kita untuk menunaikan kewajiban kita baik sebagai istri maupun sebagai suami.  Seperti juga dinyatakan dalam Efesus 5; “Kasihilah istrimu, hormatilah suamimu”, inilah sebenarnya  yang Tuhan minta kepada kita.

Ada sedikit nasehat untuk para istri;
Pertama; pertahankanlah atau perlihatkanlah roh lemah lembut, roh yang tidak kasar dan tenteram adalah roh yang tidak argumentatif.  ”quiet spirit'” yaitu jiwa yang tenang, yang tidak mau marah-marah, berdebat-debat, berdalih-dalih, bersitegang, bersilat lidah.     Sebagai seorang wanita kalau dia bisa menjaga emosi dan lidahnya seperti itu menjadi suatu ciri kesalehan yang mengundang rasa kagum dan hormat dari suaminya.
Hormatilah suamimu dan hargailah ucapannya. Jaga kehormatan suamimu karena engkau adalah laksana pakaian baginya yang mampu menampakkan kebaikannya dan menutupi kekurangannya.

Kedua; bertindak dan berperilakulah sesuai dengan peran kita jangan terlalu merendah atau berlebihan. Cara berpakaian misalnya, berpakaianlah sesuai dengan suasananya, misalnya pas ibadah di gereja… ya kenakanlah pakain yang rapi dan layak untuk menghadap Tuhan, jangan memakai pakain spt mau piknik atau main ke tetangga.  Demikian juga di rumahpun misalnya jangan memakai pakaian yg sudah bbrp kali dipakai (daster misalnya), sehingga ada yang kurang sedap baunya dan kelihatan lecek tidak enak dipandang, sambutlah suami dengan keceriaan dan kegairahan hidup, dst.

Ketiga; cobalah ikutlah dalam persekutuan2 rohani dimanapun; di lingkungan geraja, di lingkungan rumah, kantor, atau komunitas lainnya.  Akan ada aliran dan manfaat postif yang awalnya tidak terasa tapi membuat rohani kita , jiwa kita bersih tanpa kita sadari (ingat certia anak yang disuruh neneknya untuk mengambil air di danau dengan tas rajutan… memang airnya tumpah di jalan karena tasnya memang bocor, tapi lama kelamaan tanpa disadari tas itu menjadi bersih, sebersih jiwa kita).

Tuhan pasti tahu permasalahan kita, dan kita tidak diberiNya beban diluar kemampuan kita.  Yakinlah bahwa Dia selalu menyertai kita, membimbing kita ke jalan yang tenang, seperti dalam Mazmur 23 nyatakan “ Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.  Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,  Ia membimbing aku ke air yang tenang, Ia menyegarkan jiwaku.  Ia menuntunku di jalan yang benar” Aku tidak takut bahaya, dst, 
Semoga renungan ini dapat menginsiprasi para istri untuk menjadi Istri  yang berkenan dihadapan Allah.      Amin.

Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar