Saudara terkasih,
Perkenankan kami membagi berkat melalui kesaksian keluarga kami, saat-saat dimana kami mengalami pergumulan hidup dengan beban yang begitu berat yang kami rasakan.
Perkenankan kami membagi berkat melalui kesaksian keluarga kami, saat-saat dimana kami mengalami pergumulan hidup dengan beban yang begitu berat yang kami rasakan.
Hidup
kami sering berpindah-pindah tempat karena tuntutan perusahaan. Kami sekeluarga berempat, saya, istri dan 2
anak (perempuan).
Anak saya yang pertama lahir di Aceh, maka diberi panggilan Aca (anak aceh), sedangkan yang kedua lahir di Solo. Nah, yang menjadi fokus obyek kesaksian ini adalah anak kedua kami, Astrid namanya.
Anak saya yang pertama lahir di Aceh, maka diberi panggilan Aca (anak aceh), sedangkan yang kedua lahir di Solo. Nah, yang menjadi fokus obyek kesaksian ini adalah anak kedua kami, Astrid namanya.
Saudara,
pada saat saya dinas di Surabaya (medio Agustus 2004), saat itu ada lomba
marching band antar sekolah se Jawa Timur, dan Aca ikut dalam tim marching band sekolahnya. Seperti biasanya kalau tim kakaknya lewat, pasti adiknya
berlari untuk melihat lebih dekat (sekalipun harus berdesakan dengan penonton
lainnya). Namun entah mengapa Astrid
ketika itu sepertinya males-malesan dan ingin dipangku Ibunya terus.
Sesampainya
di rumah, suhu badan Astrid mulai mulai panas.
Esoknya Astrid kami periksakan ke dokter, oleh dokter hanya
diperiksa biasa, hanya diberi obat
penurun panas dan antibiotic. Anak kami
kelihatan berangsur pulih, dan kami lega dibuatnya. Namun kira-kira seminggu kemudian tepatnya 3
September 2004, Astrid kembali kami bawa ke dokter karena panas lagi, oleh
dokter dirujuk ke laborat untuk cek
darah, dan hasilnya sungguh mengagetkan kami , semua indicator darahnya dibawah
ambang normal, dan yang lebih mengkawatirkan adalah jumlah Hb nya hanya 5 g/dl,
Trombositnya 6000 (minimal 150 ribu).
Sekitar jam 3 sore karena kondisinya semakin parah, kami membawa Astrid
ke UGD RS Mitra Keluarga Surabaya.
Dari
UGD anak kami harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut, saat itu dokter masih belum berani memberi obat apapun
selain hanya obat penurun panas dan atibiotik, karena belum tahu pasti
penyakitnya. Setelah suhu badan Astrid
mulai stabil, maka barulah dilakukan tindakan transfusi darah, sambil terus
memantau suhu tubuhnya, begitu suhu tubuhnya panas, transfusi dihentikan. Transfusi darah awal sebanyak 3 kantong. Selama transfusi tetap dilakukan cek lab
darah, maupun pemeriksaan organ-dalam lewat USG dan Rontgen. Selama 4 hari dirawat di UGD, kesimpulan
sementara dokter ada yang tidak beres
dalam darah Astrid, karena ditemukan limfosit, salah satu komponen darah
putih dalam jumlah banyak.
Agar
mendapat kepastian diagnose, dokter menyarankan agar Astrid diperiksa sumsum
tulang belakangnya. Sampel darah dibawa
ke lab di RS St. Vincentius Paulo Surabaya.
Tepatnya 10 September 2004, dari hasil analisa dokter lab rumah sakit
tsb, Astrid dinyatakan terkena penyakit ALL (Acute Lymphoblastic Leukemia )
atau Kanker darah!
Kami
pun kaget luar biasa, kami sungguh tidak bisa dan tidak siap menerima hasil
diagnose tsb. “Tuhan kenapa Engkau
timpakan penyakit ini pada anak kami, apa salah anak ini, kenapa tidak Kau
timpakan ke saya saja ya Tuhan?” hati
kami spontan meratap dan memprotes. Kami
pun membayangkan masa-masa sulit yang hendak kami alami. Kami hanya berdoa dalam isak dan
tangis, “Tuhan, kalau anak kami adalah
pemberianMu, milikMu…. maka kami yakin Engkau sendiri yang akan
menyembuhkannya.
13 September 2004, dimulailah hari pertama
pengobatan kemoterapi. Kemoterapi
dilakukan dengan memasukkan obat lewat pembuluh darah vena (intra vena), lewat
tulang belakang (intra tecal), dan juga ada obat yang harus diminum. Puji Tuhan, kami diberi anak yang kuat. Didalam pengobatan yang selalu berhubungan
dengan tindakan medis yang identik dengan jarum, anak kami jarang rewel
sehingga memudahkan untuk penanganannnya.
Tahap awal, Astrid harus opname selam 3 bulan dan berada di ruang
tersendiri (steril). Sejak saat itulah
dimulai hari-hari yang menyedihkan, kami begitu “nggrantes” dan tersayat hati
kalau melhat kondisi anak kami, wajah pucat tirus, kurus, terkulai lemas, kami
benar-benar tidak tega melihatnya.
Setiap 2 hari sekali harus dicek darahnya di lab, dan setiap 5 hari
sekali harus memindahkan posisi jarum infus dari tangan kanan ke tangan kiri
dan seterusnya.
Perawatan
yang memakan waktu yang cukup lama menyebabkab Astrid menjadi jenuh. Dengan kondisi seperti itu, Astrid masih
semangat dan mengisi waktunya dengan membaca, menggambar dan tetap belajar
pelajaran sekolah. Saat itu Astrid duduk
di kelas 1 SD, ia juga harus merayakan ulang tahunnya yang ke 6 di rumah sakit
tsb. (31 Oktober 2004).
Tanggal 8 Desember 2004, Astrid diperkenankan pulang
karena ada jeda jadwal kemoterapi beberapa saat. Beberapa hari di rumah, Astrid menginginkan
sekolah lagi, mengingat sudah 3 bulan tidak aktif sekolah maka kami
konsultasikan dengan pihak sekolah.
Sekolah mengijinkan, dan puji Tuhan dalam keterbatasan fisiknya Astrid
dapat menyelesaikan semesterannya dengan baik.
Pada
1 januari 2005, Astrid harus opname lagi sesuai jadwal protocol pengobatannya,
saat itu kami tidak merasakan suasana kemeriahan tahun baru. Pada tahap ini, Astrid menjalani opname
selama 1 bulan. Tanggal 14 Januari 2005,
rambutnya mulai rontok, mula-mula hanya sedikit, lama-kelamaan menjadi banyak,
kamipun memutuskan untuk menggunduli kepala Astrid setelah sebelumnya memberi
pengertian kepadanya. Hal yang
menguatkan kami selama menjalani pengobatan Astrid adalah banyaknya dukungan
doa dari jemaat gereja, juga family, teman-teman dan kenalan lainnya, bahkan dari orang-orang yang tidak kami kenal
sebelumnya.
“JanjiMu
seperti fajar pagi hari dan tiada pernah terlambat bersinar. CintaMu
seperti sungai yang mengalir, dan kutahu betapa dalam kasihMu”
Tuhan
mendengar doa-doa kami, dan doa-doa orang yang menyayangi Astrid, akhirnya
Astrid dinyatakan masuk tahap “Pemeliharaan” dari thap “Intensif” sebelumnya,
dalam tahap ini Astrid hanya opname
kalau harus menjalalani Kemotrapi saja, satu atau dua hari. Namun bukan berarti ia bebas dari efek
terapi tersebut. Kalau kondisinya ‘drop”
lagi dia harus opname lagi, dan transfusi lagi.
Begitulah hari-hari yang berat harus dilalui Astrid.
Pada saat anak kami masih dalam kondisi
seperti itu, Tuhan masih memberi ujian lagi kepada kami. Ibunya juga harus dioperasi, dalam
payudaranya ada semacam kista/ benjokan dan apabila tidak segera dioperasi/
diangkat akan dapat menjadi kanker.
Ibunya diopname di rumah sakit
yang sama dengan Astrid Kami kembali
hanya dapat pasrah kepada Tuhan. Kami
percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Dia. Operasi payudarapun berjalan lancar dan
beberapa minggu kemudian istri saya boleh pulang.
Juni
2005, saya mendapat SK mutasi tempat
kerja dari Surabaya ke Solo, dan melanjutkan pengobatan Astrid ke RS dr.
Sarjito Yogyakarta. Kami bersyukur
dipertemukan dengan salah satu dokter yang walaupun usianya sudah sepuh namun
teliti banget dialah dr Sutaryo, protocol pengobatan dari rumah sakit Surabaya
dia sesuaikan kembali dengan lebih detail lagi sehingga pengobatannya pun
frekuensinya lebih intensif.
Selama
lebih setahun Astrid mendapat perawatan di rumah sakit tersebut, dan… Puji Tuhan, tanggal 5 Desember 2006 jadwal
protocol pengobatan intensif berakhir. Dan lewat pemeriksaan sumsum tulang belakang
Astrid dinyatakan “normal” tidak kemo
lagi, walaupun masih haruss tetap melakukan pemeriksaan darah selama 5 tahun
kedepannya. Sungguh suatu berkat mujizat
yang luar biasa dari Tuhan, selama sekitar 2 tahun berkepala gundul, dan harus
memakai topi utk menutupinya, bahkan mendapat ejekan dari temen-temennya, kami
bersyukur punya anak setabah Astrid.
Akhirnya,
awal tahun 2007 rambutnya mulai tumbuh lagi, tubuhnya mulai kelihatan cerah
tidak pucat lagi. Terlihat ada pancaran kehidupan yang membuat kami sekeluarga
sungguh sangat bersyukur, trimakasih Tuhan, trimakasih Saudara-saudaraku yang
ikut mendukung dalam doa, trimakasih semuanya, juga kepada Telkom yang sudah
membiayai pengobatan Astrid.
Saudara
terkasih,
Hingga saat ini Astrid telah duduk di kelas 2 SMP
, sehat, normal seperti anak-anak
lainnya. Dia sering diberi tugas menjadi
pemain keyboard untuk mengiringi musik dalam ibadah di gereja. Dan kehidupan kami sekeluraga merasakan
suka-cita dalam Tuhan, kehidupan kami relatif lebih baik dari hari-hari
sebelumnya. Kami percaya bahwa Mujizat
masih ada bagi kita yang selalu mengharapkan Tuhan dalam setiap pergumulan
hidupnya.
Demikian kesaksian kami ini, semoga dapat
menguatkan iman percaya kita dan merasakan damai sejahtera dari Tuhan. Berkatkan tercurah dalam hidup kita kalau
kita sungguh-sungguh setia, melayani Tuhan dan sesama kita. Tuhan menyertai kita. Amin.
Kisah
para Rasul 3:16
“Dan
karena kepercayaan dalam nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan orang yang
kamu lihat dan kamu kenal ini; dan kepercayaan itu telah memberi kesembuhan
kapada orang ini di depan kamu semua”.
data diambil dari medical record RS Mitra Keluarga, RS St.
Vincentius Paulo Surabaya dan RS dr. Sardjito Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar