Senin, 27 April 2015

Suka Cita Memberi

Shalom Saudara,
Pernahkah kita merasakan ketika kita memberi sesuatu kepada orang lain,  setelah itu kita rasakan kelegaan hati... plong.  Padahal sebenarnya kita juga membutuhkan sesuatu itu, namun hati kita tetap berkehendak untuk memberikannya untuk orang lain, .... pernah ya?   Itulah yang dinamakan atau bagian dari suka cita yang kita rasakan.  Dan ini merupakan tindakan iman; bermurah hati - bersuka cita untuk memberi.  Ya, murah hati akan memuaskan dahaga batin, dan merupakan sikap budi luhur yang akan menjadi berkat bagi diri kita.  Dinyatakan dalam Matius 5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan”.

Seperti ilustrasi berikut ini;
Seekor ulat yang kelaparan terdampar di tanah tandus. Dengan lemas ia menghampiri pohon mangga sambil berkata, “Aku lapar, bolehkah aku makan daunmu?”
Pohon mangga menjawab, “Tanah di sini tandus, daunku pun tidak banyak. Apabila kau makan daunku, nanti akan berlubang dan tidak kelihatan cantik lagi. Lalu aku mungkin akan mati kekeringan. Hmmm… tapi baiklah, kau boleh naik dan memakan daunku. Mungkin hujan akan datang dan daunku akan tumbuh kembali.”
Ulat naik dan mulai makan daun-daunan. Ia hidup di atas pohon itu sampai menjadi kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang cantik.
“Hai pohon mangga, lihatlah aku sudah menjadi kupu-kupu. Terima kasih karena telah mengizinkan aku hidup di tubuhmu. Sebagai balas budi, aku akan membawa serbuk sari hingga bungamu dapat berbuah.”

Kemurahan hati tidak harus hal2 yang besar, bisa dimulai dari hal2 kecil yang sering kita lakukan di keseharian kita. Ketika orang membawa beban permasalahan lalu kita menawarkan diri untuk membantunya, ketika seseorang sedang gelisah, galau, sedih  lalu kita mendekatinya menawarkan bantuan nasehat, penghiburan, ketika ada teman yang kesulitan lalu kita menawarkan diri untuk membantunya, dst... itulah wujud kemurahan hati.
Saudara,
Dalam Alkitab diceritakan; ada orang yang dirampok dan dipukuli di jalan antara Yerusalem menuju Yerikho, yang kondisi tubuhnya sangat menderita dan membutuhkan bantuan.  Dan, ketika lewat seorang Imam Yahudi di tempat itu, tetapi ia membiarkannya dan lewat begitu saja.  Begitu juga ketika seorang dari suku Lewi melewatinya, orang inipun hanya melihat sebentar dan membiarkan saja.   Tetapi malah orang Samaria yang mau menolongnya.  Manakah dari ketiga orang itu yang mengaplikasikan iman kristiani?  ....orang Samaria tentunya.

Kita tahu bahwa Imam Yahudi dan suku Lewi adalah para rohaniawan, yang pasti tahu banyak tentang hal ajaran2 kebaikan, tetapi kenyataannya... mereka tidak melakukannya dalam tindakan.  Tetapi, orang Samaria, yang dianggap kafir dan tersisihkan oleh kebanyakan orang saat itu malah melakukan kebajikan.  So...   Latar belakang, penampilan dan apa yang nampak/terlihat-baik oleh manusia tidak menjamin orang itu dapat bermurah hati melakukan kebaikan sesuai perintah Tuhan. 

Saudara,
Dalam hidup, kita sering memperhitungkan untung rugi tentang pengorbanan yang kita lakukan. “Jika saya memberi, saya akan kekurangan. Bagaimana mengatasinya?” Atau, “Bagaimana kalau ternyata saya ditipu?”  Atau mungkin ada rasa pamrih, “Kalau saya memberi apa yang saya dapatkan?” dsb.

Sadarkah kita... setiap kita memberi ada sepercik suka cita dibalik itu. Maka lakukanlah dengan tulus, karena memberi lebih baik dari pada menerima. Bila ingin memberi, lakukan saja karena semuanya akan kembali ke kita juga.  Mother Theresa pernah berkata, “Lakukan apa yang menjadi bagianmu, dan jangan berpikir apa yang akan kita dapat.”


Tuhan memberkati  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar